Jumat, 24 Februari 2012

BUDAYAKAN NILAI KARAKTER BANGSA DALAM
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Oleh : SRI SUDARYANTI
Abstrak
Nilai-nilai karakter bangsa merupakan ciri kepribadian bangsa kita tercinta yang harus tetap dilestarikan. Untuk melestarikannya, maka perlu ada upaya membudayakan karakter bangsa tersebut terutama kepada para generasi penerus bangsa. Media yang dianggap tepat untuk mewujudkannya yaitu melalui jalur pendidikan baik in formal, formal, maupun non formal.
Kata Kunci : Nilai Karakter, Lingkungan Pendidikan.

Pendahuluan
Pada dasarnya pembentukan karakter itu dimulai dari fitrah yng diberikan Illahi, yang kemudian membentuk jati diri dan perilaku. Dalam prosesnya, pembentukan jati diri dan perilaku tersebut banyak dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Berkaitan dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, maka jelas pembentukan karakter selanjutnya lebih didominasi oleh keadaan lingkungan.
Yang menjadi permasalahan sekarang, lingkungan khususnya lingkungan moral di sekitar kita sudah terlalu banyak polusi sehingga kadang-kadang filter yang kita miliki sulit untuk menjalankan fungsinya sebagai penyaring. Banyak contoh polusi lingkungan yang berakibat pada hancurnya karakter seseorang bahkan kalau dibiarkan berkembang dapat berakibat hancurnya suatu bangsa. Beberapa contoh, di antaranya :
1. Memburuknya penggunaan bahasa dan kata-kata yang jauh dari ciri kepribadian bangsa
2. Semakin semaraknya tindakan kekerasan di kalangan remaja dan masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok
3. Meningkatnya tindakan merusak diri dan lingkungan
4. Semakin tipisnya tirai pembatas antara perilaku moral yang baik dan yang buruk
5. Menurunnya etos kerja maupun etos belajar di kalangan masyarakat
6. Rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
7. Menurunnya rasa tanggung jawab baik individu maupun kelompok
8. Ketidakjujuran dan keserakahan sudah begitu membudaya
9. Menurunnya budaya malu melakukan tindakan-tindakan yang amoral
10. Sikap saling curiga dan bermusuhan
11. Dll.
Untuk mengantisipasi semakin meluasnya dampak polusi tersebut khususnya bagi para generasi penerus bangsa, maka sudah saatnya pendidikan karakter kita budayakan. Banyak pihak yang bertanggung jawab memotivasi untuk mewujudkannya, selain para guru sebagai pendidik, juga para orang tua, tokoh masyarakat, para pemimpin Negara, dan kalangan masyarakat pada umumnya. Pendidikan karakter tidak hanya dibudayakan melalui jalur pendidikan formal saja, tetapi harus juga melalui jalur pendidikan in formal dan pendidikan non formal.
Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan pendidikan in formal, lingkungan pendidikan formal, dan lingkungan pendidikan non formal.
1. Pendidikan In Formal
Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
2. Pendidikan Formal
Adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
3. Pendidikan Non Formal
Adalah jalur pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Karakter Bangsa
Beberapa istilah yang dapat disetarakan dengan istilah karakter adalah watak, akhlak, atau moral yang diwujudkan dalam bentuk perilaku.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Menurut kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa ”watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi pekerti; tabiat: Sedangkan moral adalah :
a. Baik buruknya perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; yang diterima umum
b. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb;
c. Isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan;
d. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita;
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat tergantung dari faktor kehidupannya sendiri, seperti: pemarah, pemaaf, sabar, pendiam, ceria, dan masih banyak lagi karena setiap manusia pasti mempunyai karakter yang berbeda. Manusia sebagai makhluk individu-sosialis mempunyai karakter sosial yang kuat, berbeda dengan makhluk-makhluk hidup lainnya. Karakter diambil dari istilah karakteristik (characteristic) karena untuk menunjukan ekstitensi dirinya manusia pasti mempunyai ciri khas karakter sendiri-sendiri. Begitu juga halnya dengan karakter bangsa, tentu saja karakter bangsa kita yang mengkiblat pada budaya timur akan jauh berbeda dengan karakter bangsa yang mengkiblat pada budaya barat. Kenyataan yang sangat memprihatinkan, kita khususnya para generasi muda dengan bangganya mengkiblat pada budaya barat yang jelas-jelas tidak menunjukkan kepribadian bangsa kita tercinta. Karakter bersifat semi permanen maksudnya jika kita tidak menginginkannya lagi maka kita dapat mengupayakan untuk menghapusnya.

Nilai-Nilai Karakter Bangsa
Terdapat beberapa nilai karakter bangsa yang perlu disosialisasikan, dibudayakan, dan dilestarikan, khususnya kepada para generasi muda calon-calon penerus bangsa :
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pembudayaan Nilai Karakter Bangsa Melalui Jalur Pendidikan
Budaya adalah keseluruhan sistem berfikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Budaya tindakannya dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan (adat, karakter). Nilai-nilai karakter bangsa yang merupakan ciri kepribadian bangsa kita tercinta ini pun seyogyanya kita jadikan budaya. Cara untuk membudayakan nilai-nilai karakter bangsa dapat kita lakukan melalui jalur pendidikan baik pendidikan in-formal, pendidikan formal, maupun pendidikan non-formal.
1. Jalur Pendidikan In-Formal
Pendidikan moral anak sudah dimulai sejak mereka masih dalam rahim ibu. Itulah sebabnya disarankan bagi para ibu yang sedang mengandung untuk selalu menjaga kestabilan emosinya, kalau kebetulan mereka muslim disarankan untuk meningkatkan intensitas bacaan Al Qur’an, kalimat-kalimat thoyibah, menegakkan shalat fardlu dan shalat-shalat sunah. Sikap ibu seperti ini dianggap penting karena berpengaruh besar terhadap pembentukan watak anak. Saat anak lahir, sebagai orang tua disarankan untuk membekali pendidikan awal anak dengan memperdengarkan kalimat-kalimat Illahi. Itulah sebabnya ada sebagian orang tua khususnya seorang ayah, begitu anaknya lahir mereka kumandangkan adzan di telinga kanan anaknya dan qomat di telinga kiri sang anak. Itu maksudnya, agar pendidikan pertama anak begitu lahir ke dunia langsung diperkenalkan dengan keagungan asma Allah Maha Pencipta. Orang tua khususnya ibu adalah pendidik yang pertama bagi si anak. Pada tahap perkembangan seorang anak sebelum masuk jenjang pendidikan formal, pendidikan anak lebih didominasi oleh orang tua terutama seorang ibu. Orang tua lah yang paling berperan membentuk karakter anak. Kalau kita menginginkan anak memiliki karakter yang baik, didiklah anak sejak dini karena anak lahir ke dunia dalam keadaan fitri. Tanamkanlah nilai-nilai religius, tanamkan kebiasaan peduli sosial dan peduli lingkungan, buat suasana rumah yang mendorong anak mempunyai sifat ingin tahu, gemar membaca, kreatif, mandiri, hargailah kemampuan anak sekecil apa pun, dan nilai-nilai lainnya yang mendukung terbentuknya karakter anak yang positif. Untuk mendukung pembentukan karakter tersebut, tentu saja kita sebagai orang tua harus terlebih dahulu memberikan teladan, karena dalam proses pembentukan karakter tersebut, anak senantiasa meniru apa yang dilihatnya. Apabila anak sudah mulai mengenal lingkungan lain di luar rumah, carikanlah lingkungan yang kondusif. Karena iklim lingkungan masyarakat yang kondusif diharapkan dapat menumbuhkembangkan benih-benih kebaikan yang memang merupakan fitrah manusia. Berilah anak kebebasan yang bertanggung jawab untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Biarkanlah anak membentuk karakternya sendiri, kita sebagai orang tua tugasnya hanya sekedar membimbing, mendampingi, dan memantau perilaku anak di luar lingkungan rumah.
2. Jalur Pendidikan Formal
Pada tahap selanjutnya, nilai-nilai karakter harus tetap kita tanamkan melalui jalur pendidikan formal baik pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Penerapannya harus meresap pada seluruh aktivitas di sekolah. Nilai karakter bangsa harus kita integrasikan dengan :
a. Budaya sekolah (School Culture)
Nilai-nilai karakter dapat kita munculkan dalam budaya sekolah yaitu dengan cara melakukan pembiasaan hidup disiplin, datang dan pulang tepat waktu, memberikan sanksi yang mendidik terhadap peserta didik yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah, menjaga kebersihan lingkungan, tolong menolong, jujur, cinta damai, kreatif, mandiri, tanggung jawab dan nilai-nilai karakter lainnya yang diinginkan sesuai dengan visi dan misi sekolah. Agar nilai-nilai karakter tersebut dapat membudaya di lingkungan sekolah, tentu saja semua pihak yang terlibat dalam kehidupan sekolah, harus dapat berperan aktif dan terlibat langsung dengan cara selalu memberikan suri teladan yang baik. Tanggung jawab ada di pundak Kepala Sekolah, para Guru, Staff Tata Usaha, para peserta didik yang menjadi sasaran utama, dan warga sekolah lainnya.
b. Kegiatan Belajar mengajar
Penerapan nilai karakter bangsa tidak tepat kalau kita masukkan dalam kurikulum yang baku. Penerapan nilai karakter bangsa harus kita integrasikan dengan seluruh mata pelajaran melalui proses pembelajaran, jangan kita jadikan satu mata pelajaran tersendiri. Setiap guru dalam menyampaikan materi pelajaran tetap harus berusaha melestarikan nilai-nilai karakter. Dari mulai kegiatan awal, kegiatan inti, sampai kegiatan penutup tetap diusahakan sarat dengan penerapan nilai-nilai karakter. Biasakan pembelajaran jam pertama dan pembelajaran jam terakhir selalu diawali dan diakhiri dengan pembacaan do’a. Kalau saat KBM berlangsung, hidupkanlah kelas dengan nilai-nilai kedisiplinan, kerja sama, kreatifitas, demokratis, memperhatikan keindahan, kebersihan, dan ketertiban kelas, tanggung jawab, hargailah pendapat, kerja keras dan prestasi peserta didik sekecil apa pun, ciptakanlah suasana kelas yang komunikatif sehingga memancing peserta didik untuk berani berpendapat, berkata jujur dan toleransi untuk menerima setiap perbedaan pendapat. Nilai-nilai semacam ini akan sulit diwujudkan kalau guru sebagai fasilitatornya tidak memberikan contoh teladan dan motivasi kepada para peserta didiknya. Misalnya guru memberikan hukuman kepada peserta didik yang datang terlambat, padahal guru ybs. sering datang ke kelas tidak tepat waktu tanpa perasaan bersalah. Menekankan peserta didik untuk bekerja keras selama belajar, padahal tanpa disadari guru ybs. sering memberikan contoh kemalasan dengan cara sering memberikan tugas mencatat dan pemberian tugas tanpa evaluasi. Menghukum peserta didik yang sms-an saat KBM berlangsung, tapi guru ybs. sering memberikan contoh mengangkat HP nya yang berbunyi saat beliau sedang menerangkan, dll. Jadi agar pembentukan karakter peserta didik dapat terwujud sesuai dengan yang kita harapkan, tentu saja seorang pendidik harus mampu bersikap jujur, kompeten, memiliki komitmen yang kuat terhadap peserta didik, selalu berintegritas, berusaha dinamis dengan cara terus menggali ilmu sesuai dengan perkembangan tehnologi, dan memiliki sikap toleransi terhadap peserta didik dengan cara mau mendengarkan pendapat dan keluhan mereka.
c. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Nilai-nilai karakter harus tetap juga diterapkan pada kegiatan pengembangan diri para peserta didik melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah. Salurkan kreatifitas para peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya baik di bidang olah raga, bela diri, kesenian, keagamaan, penulisan karya ilmiah, dll. Pada saat kita semarakan sekolah dengan berbagai kegiatan pengembangan diri, jangan abaikan perhatikan juga proses pengembangan nilai karakter peserta didik. Misalnya programkan kegiatan outbound agar para peserta didik dapat lebih mentafakuri Ciptaan-Nya, dapat menggalang jiwa mandiri, pantang menyerah, semangat gotong royong, kreatif dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapi di lapangan, cinta tanah air, peduli lingkungan dan sosial serta bertanggung jawab. Sering terjadi, saat para peserta didik melakukan kegiatan ekstra kurikuler yang dilakukan di luar kegiatan intra kurikuler, kurang diperhatikan nilai-nilai religius seperti misalnya berpakaian yang tidak etis dan mengabaikan waktu shalat. Padahal justru pada saat-saat kegiatan tersebut, sangat tepat sekali kita mengajak mereka melakukan pembiasaan menghargai dan menepati waktu serta berlatih untuk berpenampilan yang santun sebagai wujud pembentukan nilai-nilai religius.
3. Jalur Pendidikan Non-Formal
Jalur pendidikan yang tidak kalah pentingnya juga dalam menerapkan nilai-nilai karakter bangsa yaitu melalui jalur pendidikan non-formal misalnya di tempat-tempat kursus, pelatihan, perkumpulan suatu aktivitas, dll. Banyak peluang melakukan pembiasaan untuk membentuk watak para pesertanya sesuai dengan harapan dan tujuan dari lembaga-lembaga tersebut. Untuk menerapkan pendidikan karakter, tidak diperlukan sarana dan prasarana khusus, karena pendidikan karakter titik beratnya yaitu pada proses penyadaran, pendisiplinan dan pembiasaan sehingga dapat membentuk suatu perilaku yang diharapkan.
Pendidik yang berkarakter
Pendidik yang penulis maksudkan dalam tulisan ini, tidak hanya terbatas mereka yang pekerjaan sehari-harinya mendidik dan mengajar peserta didik di jalur pendidikan formal saja, tapi penulis tafsirkan semua orang yang biasa dijadikan panutan masyarakat baik dalam jalur pendidikan in formal, formal maupun non formal. Mereka itu adalah orang tua, guru, para ulama, kaum cendikiawan, para pejabat, dan tokoh masyarakat lainnya. Tingkah laku mereka selalu menjadi sorotan masyarakat. Mereka selalu dituntut untuk memberikan keteladanan karakter yang positif. Mereka adalah para pendidik di mata masyarakat.
Peristiwa-peristiwa yang memprihatinkan seringkali kita temukan, misalnya :
1. Terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum tokoh masyarakat
2. Terjadinya tindakan kekerasan oleh oknum guru kepada peserta didiknya, sehingga peserta didik menjadi takut pergi ke sekolah
3. Korupsi di kalangan para pejabat merajalela dan sudah sangat membudaya di negeri kita tercinta
4. Oknum wakil rakyat Di DPR memberikan contoh karakter yang tidak terpuji
5. Penganiayaan orang tua kepada anak kandungnya sendiri
6. Oknum penegak hukum yang terang-terangan melanggar hukum
7. Para pelayan masyarakat yang justru ingin dilayani
dan masih banyak peristiwa yang cukup memprihatinkan yang justru dilakukan oleh orang-orang yang kita harapkan keteladanannya.
Apabila mereka sebagai tokoh masyarakat selalu memberikan contoh yang tidak mendukung karakter yang positif, apa jadinya negeri kita tercinta ini. Negeri yang dengan susah payah kita perjuangkan kemerdekaannya. Akan bagaimanakah karakter generasi penerus apabila selalu disuguhi dengan perilaku yang tidak mencerminkan karakter bangsa oleh para panutan mereka ? Untuk mewujudkan harapan, agar nilai-nilai karakter bangsa dapat lebih membudaya, meresap dan menjadi bagian dari kepribadian seluruh masyarakat, maka selain tersedianya lingkungan pendidikan yang kondusif juga diharapkan :
1. Para orang tua selalu memberikan contoh teladan bagi anak-anaknya dalam proses pembentukan, pembiasaan, dan pendisiplinan nilai-nilai karakter sehingga dapat terwujud perilaku yang diharapkan
2. Para guru harus selalu memperlihatkan sikap profesionalnya baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat pada umumnya. Anggapan masyarakat bahwa guru itu harus digugu dan ditiru harus betul-betul dapat dipertanggungjawabkan. Kalau sampai seorang guru memperlihatkan kepribadian yang tidak berkarakter, bagaimana jadinya ? Ingat pepatah mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.
3. Para ulama harus dapat memberikan contoh teladan kepada umatnya, kepribadian mereka harus selaras antara dakwah dan perilakunya di mata masyarakat
4. Para pejabat juga harus dapat mengemban amanat kepercayaan masyarakat. Jangan hanya berteriak memperjuangkan keadilan dan penderitaan rakyat, tapi justru mereka sendiri memperlihatkan sikap yang tidak adil bersenang-senang di atas penderitaan rakyat.
5. Para tokoh masyarakat lainnya pun harus selalu melakukan pembiasaan menerapkan kepribadian yang berkarakter, agar masyarakat tidak salah dalam membentuk karakter.
Penutup
Sebagai penutup tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan akal harus dapat senantiasa melakukan pembiasaan menerapkan nilai-nilai karakter dalam segala aspek kehidupannya. Kalau manusia sebagai makhluk yang berakal tidak dapat menunjukkan nilai-nilai karakter yang diterima oleh norma masyarakat, apa bedanya kita dengan binatang ? Bahkan binatang mungkin masih ada nilainya walaupun sudah tak bernyawa karena masih laku dijual, tapi bagaimana dengan kita ? Kalau selama hidup kita tak beradab, saat kita harus menghadap-Nya jasad kita akan membusuk dan tak berharga sama sekali.
Oleh karena itu, marilah dari sekarang kita budayakan nilai-nilai karakter bangsa yang luhur melalui pendidikan di dalam keluarga, di lingkungan masyarakat, dan di lingkungan sekolah. Semoga kita tetap menjadi bangsa yang memiliki nilai-nilai karakter luhur yang merupakan ciri kepribadian bangsa kita yang bermartabat demi kelangsungan bangsa.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdul Munip, Dr.,M.Ag. 2009. Nilai-Nilai Islam Mengenai Peranan Guru Dalam Pendidikan Karakter. Materi Seminar.
Saeful Yun, S.Pd. 30 Maret 2011. Pendidikan Karakter. Tersedia : http://saefulyun.blogspot.com/2011/03/pendidikan_karakter_html.
Said Hamid Hasan, Prof.Dr.,dkk. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Bahan Pelatihan. Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
_______Desain Induk Pendidikan Karakter. 2009. Kementerian Pendidikan Nasional. Tersedia : http://pendikar.dikti.go.id/gdp/7page_id_44
Biodata Singkat : Penulis adalah guru produktif Administrasi Perkantoran SMK PGRI 2 Cimahi.
Strategi Pembelajaran Terpadu Sebagai Solusi Untuk Mewujudkan Pendidikan Bermakna
Oleh : SRI SUDARYANTI
Abstrak
Pembelajaran Terpadu (Learning Integrated) bila dilihat dari konteks sosial adalah merupakan salah satu strategi pembelajaran dengan cara memadukan beberapa mata pelajaran untuk membahas sebuah topik atau tema. Sedangkan apabila konteksnya kita terapkan pada proses pembelajaran mata pelajaran produktif di sekolah-sekolah kejuruan, maka pembelajaran terpadu dapat diartikan sebagai salah satu strategi untuk memadukan beberapa standar kompetensi dan/atau kompetensi dasar, sehingga dari proses pembelajaran tersebut dapat menghasilkan sebuah produk atau jasa yang sesuai dengan tuntutan SKKNI.
Melalui pembelajaran terpadu, diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi para peserta didik.
Kata Kunci : Pembelajaran Terpadu, Pendidikan Bermakna

Pendahuluan
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.” Dari definisi di atas, dapat ditafsirkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang terorganisir yang melibatkan pendidik dan peserta didik.
Dalam proses yang terorganisir tersebut perlu diperhatikan beberapa aspek penunjang, di antaranya yaitu pemilihan strategi pembelajaran yang tepat. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat ini maksudnya yaitu strategi pembelajaran yang dipilih  harus dapat mewujudkan tercapainya pendidikan yang bermakna bagi para peserta didik. Salah satu strategi pembelajaran yang dianggap tepat untuk mewujudkan pendidikan bermakna bagi para peserta didik adalah dengan strategi Pembelajaran Terpadu (Learning Integrated).
Dari uraian di atas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah penggunaan Strategi Pembelajaran Terpadu (Learning Integrated) dapat mewujudkan Pendidikan Bermakna (Meaningfull Education) bagi para peserta didik ?”

PembeIajaran Terpadu (Integrated Learning)
Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang secara sengaja memadukan beberapa aspek baik dalam intra maupun antar mata pelajaran. Dengan pemaduan tersebut, diharapkan peserta didik memiliki pemahaman yang utuh terhadap suatu konsep dan juga memiliki pemahaman atas keterpaduan antar konsep, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam pembelajaran terpadu, batas ruang lingkup mata pelajaran tidak terlalu ketat bahkan seringkali tidak terlihat adanya batas.
Sebagai suatu proses, pembelajaran terpadu memiliki karakteritik sebagai berikut :
1. Berpusat pada peserta didik
Pembelajaran terpadu selalu mengacu pada minat peserta didik dan peserta didik diarahkan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
2. Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan
Dalam membahas suatu topik, pendidik hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Pendidik berusaha menjelaskan konsep-konsep dasar yang perlu difahami peserta didik. Apabila para peserta didik sudah memahami konsep bahkan keterpaduan antar konsep, diharapkan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar, sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna.
3. Belajar melalui pengalaman lapangan
Dengan bekal pemahaman konsep, peserta didik dapat belajar mandiri maupun berkelompok membahas suatu topik atau menghasilkan suatu karya. Dengan bekal belajar melalui pengalaman langsung, diharapkan hasil belajar akan lebih bermakna bagi para peserta didik.
4. Lebih menitikberatkan pada proses kerja daripada hasil kerja
Dalam pembelajaran terpadu peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses kerja mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai evaluasi dengan tetap memperhatikan sikap, minat dan kemampuan peserta didik. Apabila selama proses kerja peserta didik sudah termotivasi, diharapkan mereka mau belajar secara terus menerus sehingga membuahkan hasil.
5. Sarat dengan muatan keterpaduan.
Pembelajaran terpadu sarat dengan keterkaitan konsep, sehingga peserta didik dapat memiliki beberapa cara sesuai dengan kemampuan nalarnya dalam menghadapi suatu masalah.
Adapun yang menjadi landasan pelaksanaan pembelajaran terpadu, yaitu :
1. Progresivisme
Pembelajaran menekankan kepada pendidik untuk menggantikan hal-hal biasa dan dangkal dengan realitas yang diarahkan dengan baik, di mana pendidik lebih berperan sebagai fasilitator dan pembelajar terhadap peserta didik. Pembelajaran akan terpusat pada peserta didik dan pembelajaran akan menjadi aktif dan kreatif.
2. Konstruktivisme
Dalam konteks ini pembelajaran menekankan pada proses peserta didik dalam mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini anak harus diberi kesempatan untuk menyusun pengetahuannya sendiri berdasar pengalaman belajarnya yang biasa disebut belajar bermakna.
3. Developmentally Appropriate Practice (Teori Perkembangan Kognitif)
Belajar itu harus disesuaikan dengan perkembangan usia dan individu itu sendiri yang meliputi kognisi, emosi, minat, dan bakatnya.

Pendidikan Bermakna (Meaningful Education)
Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar yang harus berdampak adanya perubahan sikap, keterampilan maupun pengetahuan kearah yang lebih baik. Proses pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang bermakna (meaningful education).
Pendidikan bermakna pada hakikatnya adalah pendidikan yang mampu mengantarkan dan memberdayakan potensi peserta didik sesuai bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya, sehingga di masa depan setelah dewasa ,mereka bisa sukses. Pendidikan bermakna, bukan semata-mata untuk mengejar target lulus ujian nasional yang diukur dengan “nilai” atau agar tetap bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tetapi harus diarahkan agar peserta didik kelak dewasa bisa sukses di dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama. Atau dengan kata lain, pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang dapat membekali peserta didik siap menghadapi problema kehidupan.
Keberhasilan pendidikan kurang bijak apabila hanya diukur oleh sebuah “nilai” yang dinyatakan dalam angka atau huruf, apalagi untuk kelompok mata pelajaran ilmu-ilmu sosial karena maknanya sangat subjektif sekali. Pemberian nilai oleh seorang pendidik kepada peserta didiknya tentu saja akan berbeda satu sama lainnya. Nilai hanyalah sebuah penghargaan dari pendidik kepada peserta didiknya. Karena sifatnya penghargaan, tidak menutup kemungkinan dalam pemberian sebuah nilai akan tersisipkan unsur-unsur subjektif dari para pendidik. Sehingga dalam dunia peserta didik sebagai pihak yang dinilai, mereka punya penilaian tersendiri untuk para pendidiknya. Ada yang mengatakan Bapak Pulan sangat baik hati karena murah nilai, Bapak Ogah mendapat julukan si Killer karena pelitnya Beliau memberikan nilai, Ibu Raden saking pemurahnya, peserta didik yang sudah keluar bahkan meninggal dunia pun Beliau beri nilai, Bapak Usro karena terlalu sibuk mengajar di beberapa sekolah tidak mau ambil pusing dengan urusan nilai, Beliau ambil mudahnya saja satu kelas nilainya sama semua sebatas nilai KKM, yang lebih parah lagi ulah Ibu Sabeni karena merasa tersinggung dengan ulah salah satu kelas, akhirnya satu kelas tersebut semuanya diberi nilai di bawah KKM. Ya memang ini sebuah rumor yang kerap sekali terjadi di lapangan. Nah, cara-cara pemberian nilai seperti ini tentu saja tidak dapat mewakili untuk menyimpulkan tingkat keberhasilan pendidikan peserta didik. Menurut pendapat penulis, pendidikan baru dikatakan berhasil apabila sudah mampu membawa perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik kearah yang lebih baik.

Proses Pencapaian Meaningful Education Melalui Strategi Pembelajaran Integrated Learning
Sekolah-sekolah menengah kejuruan didirikan di negara kita tercinta ini, maksudnya tidak lain agar dapat membekali mereka dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan mereka selanjutnya. Dalam kurikulum SMK, mata pelajaran dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu normatif, adaptif, dan produktif. Mata pelajaran produktif merupakan kelompok mata pelajaran yang mempunyai karakteristik kejuruan yang dipilih oleh para peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya. Dalam kelompok mata pelajaran produktif terdapat beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari peserta didik agar dapat menghasilkan suatu produk/jasa sesuai dengan keahlian yang dipilihnya.
Yang jadi permasalahannya adalah bagaimana caranya agar melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipelajari oleh mereka betul-betul dapat menghasilkan suatu produk/jasa. Produk/jasa yang dihasilkan harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan di masyarakat, sehingga bermanfaat bagi peserta didik bila kelak sudah terjun ke masyarakat. Oleh karena itu, agar produk/jasa tersebut sesuai dengan tuntutan di masyarakat maka harus selalu mengacu pada SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia).
Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka berbagai strategi pembelajaran perlu dicoba untuk diterapkan dalam proses pembelajaran khususnya pada pembelajaran produktif. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu dengan Pembelajaran Terpadu (Integrated learning).

Prosedur yang dapat dipersiapkan untuk menerapkan pembelajaran terpadu, adalah sebagai berikut :
1. Pelajari dan analisa SKKNI yang ditetapkan pemerintah
2. Analisa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) yang harus dikuasai oleh peserta didik.
3. Berdasarkan hasil analisa terhadap SKKNI dan SKKD, maka kembangkanlah menjadi sebuah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
4. Bertolak dari KTSP yang ditetapkan sekolah, barulah kita ambil kebijakan untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan, khususnya untuk kelompok mata pelajaran produktif adalah sebagai berikut :
1. Melalui in house training, para guru produktif dipimpin oleh Ketua Program masing-masing menentukan produk/jasa apa saja yang harus dihasilkan oleh peserta didik sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
2. Setelah jelas sasarannya, maka buatlah suatu peta keterkaitan antar standar kompetensi, antar kompetensi dasar, dan/atau antar standar kompetensi dengan kompetensi dasar.
3. Dari hasil analisa, maka padukanlah beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan untuk menghasilkan suatu produk/jasa.
4. Dalam proses pembelajarannya, para guru yang mengajar standar kompetensi yang saling berkaitan harus selalu menjaga kerja sama yang saling mendukung untuk mencapai sasaran yaitu menghasilkan suatu produk/jasa.
Melalui pembelajaran terpadu seperti di atas, pemahaman peserta didik akan lebih luas dan lebih bermakna dibandingkan apabila para guru produktif mengajarkan masing-masing standar kompetensi yang menjadi tugasnya tanpa mencoba mengkaitkannya dengan yang lain. Seolah-olah standar kompetensi tersebut terkotak-kotak jalan masing-masing tidak saling berkaitan.

Penerapan Integrated Learning Dalam Pembelajaran Mata Pelajaran Produktif Di SMK
Di bawah ini penulis mencoba berbagi pengalaman perihal strategi pembelajaran mata pelajaran produktif di SMK khususnya SMK Kelompok Bisnis dan Manajemen dengan Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran.
Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran di sekolah kami mempunyai sebuah perusahaan fiktif yang kami beri nama PT INSAN REMAJA. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan ATK dan Mesin-Mesin Kantor Modern. Sebagai sebuah perusahaan, kami memiliki beberapa kelengkapan administrasi seperti layaknya sebuah kantor, misalnya : cap perusahaan, kertas dan sampul surat berkepala, cap disposisi, cap agenda, cap ekspedisi, Buku Agenda, Buku Ekspedisi, Kartu Kendali, Buku Klapper dll. Keberadaan perusahaan ini selalu kami sosialisasikan kepada para guru produktif dan peserta didik Administrasi Perkantoran.
Kepada para peserta didik dari tingkat X s.d. tingkat XI selalu kami tekankan bahwa mereka adalah para karyawan di bagian Administrasi PT INSAN REMAJA. Sebagai karyawan mereka dituntut untuk mampu melakukan kegiatan Mail Handling dan Filling System, mampu bertindak sebagai typist dan recepsionist yang professional, mampu melakukan presentasi di depan para kolega dan pelanggan serta mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi lainnya. Dalam berkomunikasi dengan pihak di luar perusahaan baik dalam surat menyurat maupun telepon dan pelayanan tamu perusahaan, mereka selalu bertindak untuk dan atas nama PT INSAN REMAJA.
Kepada para guru produktif, keberadaan perusahaan ini pun sengaja kami sosialisasikan agar mereka faham kompetensi apa saja yang harus dikuasai oleh para peserta didik. Dengan memahami kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, para pendidik akan termotivasi untuk saling bekerja sama memadukan standar-standar kompetensi yang saling berkaitan untuk menghasilkan kompetensi tersebut.
Beberapa contoh penerapan pembelajaran terpadu yang dapat penulis informasikan, misalnya :
1. Untuk melatih keterampilan peserta didik melakukan penanganan surat (Mail Handling)
Proses pembelajaran dilakukan secara terpadu antara :
a. Standar Kompetensi Melakukan Prosedur Administrasi kompetensi dasar Surat Menyurat
Pada standar kompetensi ini peserta didik dilatih keterampilan membuat konsep surat
b. Standar Kompetensi Mengelola Peralatan kantor kompetensi dasar Mengetik Manual
Pada standar kompetensi ini peserta didik dilatih keterampilan mengetik konsep surat menjadi sebuah naskah surat
c. Standar Kompetensi Melakukan Prosedur Administrasi kompetensi dasar Menata Dokumen
Berdasarkan naskah surat yang sudah ditik, kemudian peserta didik dilatih bagaimana caranya menangani surat baik yang masuk maupun yang keluar dengan menggunakan system buku agenda. Selesai memproses surat (Mail Handling), dilanjutkan dengan melatih keterampilan mengarsipkan surat (FillingSystem)
Melalui pembelajaran secara terpadu di atas, diharapkan peserta didik mempunyai wawasan yang utuh bagaimana sebenarnya cara penanganan surat yang sesuai dengan prosedur kerja dari mulai pembuatan konsep, pengetikan naskah, penanganan surat, sampai kegiatan pengarsipan surat. Dengan proses semacam ini juga pembelajaran menjadi lebih efisien. Karena hasil pekerjaan peserta didik berupa naskah surat yang biasanya hanya menumpuk begitu saja di laboratorium mengetik dan Komputer, sekarang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran berikutnya.
2. Untuk melatih keterampilan peserta didik dalam menangani telepon dan tamu (Resepsionist) serta presentasi.
Proses pembelajaran dilakukan secara terpadu antara Standar Kompetensi Mangaplikasikan Keterampilan Dasar Komunikasi, Standar Kompetensi Bekerja Sama dengan Kolega dan Pelanggan, Standar Kompetensi Menerapkan Aplikasi Presentasi dan Standar Kompetensi Mengelola Peralatan Kantor.
Peserta didik dilatih keterampilan berkomunikasi secara lisan dengan bekal keterampilan yang dimiliki yaitu kemampuan bekerja sama dengan kolega dan pelanggan dan kemampuan membuat media untuk dikomunikasikan melalui OHP maupun in focus
Dengan memadukan beberapa standar kompetensi untuk melatih keterampilan berkomunikasi peserta didik, diharapkan mereka lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
3. Untuk melatih dan memperkenalkan Mail Handling Sistem Buku Agenda dan Sistem Kartu Kendali
Proses pembelajarannya dilakukan dengan cara memadukan standar kompetensi Melakukan Prosedur Administrasi, Menangani Surat/Dokumen Kantor, Mengaplikasikan aplikasi perangkat lunak, dan mengelola peralatan kantor.
4. Untuk melatih dan memperkenalkan 5 (lima) system kearsipan yaitu system alphabetis, subject, wilayah, tanggal, dan nomor
Proses pembelajarannya dilakukan dengan memadukan beberapa standar kompetensi seperti : Melakukan Prosedur Administrasi, Penggandaan Dokumen, Menangani Surat/Dokumen Kantor, dan Menangani Sistem Kearsipan.
5. Untuk melatih keterampilan menangani pembuatan laporan Petty Cash
Proses pembelajarannya dengan cara memadukan antara standar kompetensi Mengelola Petty Cash dengan mata pelajaran adaptif KKPI.
6. Untuk melatih keterampilan peserta didik berkomunikasi menggunakan bahasa inggris dalam menjalankan pekerjaannya membuat konsep surat dan berkomunikasi dengan kolega dan pelanggan, pembelajarannya kami padukan dengan mata pelajaran adaptif Bahasa Inggris.
7. Dan masih terbuka peluang untuk pencapaian kompetensi-kompetensi yang lainnya, proses pembelajarannya dilakukan dengan memadukan beberapa standar kompetensi yang saling berkaitan.

Kesimpulan
Dari pembahasan yang penulis uraikan di atas, maka dapatlah dirumuskan beberapa kesimpulan :
1. Tujuan pendidikan sekolah menengah kejuruan yaitu berusaha menghasilkan lulusan (output) yang kompeten dan professional di bidangnya dan siap bekerja sesuai dengan kebutuhan pasar.
2. Agar para lulusan siap bekerja sesuai kebutuhan pasar, maka penyusunan kurikulum di masing-masing sekolah (KTSP) harus selalu mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
3. Dalam proses pembelajaran khususnya untuk pembelajaran produktif maka perbandingan bobot pembelajaran antara teori : praktek harus 30 : 70.
4. Para guru produktif sebagai pihak yang secara tidak langsung paling bertanggung jawab terhadap kualitas lulusan, harus selalu berusaha menyampaikan pembelajarannya secara tuntas kepada para peserta didik dengan tetap memperhatikan bobot pembelajaran teori : praktek (30 : 70).
5. Strategi pembelajaran khususnya untuk mata pelajaran produktif, harus dipilih yang betul-betul dapat menunjang ketercapaian kompetensi yang diharapkan.
6. Salah satu pilihan strategi yang dianggap tepat yaitu dengan menerapkan Strategi Pembelajaran Terpadu.
7. Dengan pembelajaran terpadu diupayakan bahwa dalam setiap proses pembelajaran, setiap pendidik tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi selalu berusaha menjalin kerja sama dalam menghasilkan suatu kompetensi dengan cara memadukan standar kompetensi- standar kompetensi yang terkait.
8. Dengan proses pembelajaran terpadu, kendala tidak lengkapnya sarana praktek, mahalnya biaya pengadaan sarana praktek, dan keterbatasan kompetensi yang dimiliki para pendidik dapat teratasi.
9. Dengan pembelajaran terpadu, para peserta didik diharapkan dapat lebih memiliki wawasan yang lebih luas dan pengetahuan yang utuh perihal prosedur kerja yang benar untuk mendapatkan suatu produk/jasa.
10. Dengan pembelajaran terpadu, karena peserta didik dilatih sesuai dengan minat dan bakatnya dan diberi kesempatan pengalaman langsung mengerjakan suatu kompetensi, diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi para peserta didik.

Saran
Dalam kesempatan ini, penulis ingin memberikan sedikit saran bagi rekan-rekan pendidik utamanya untuk para pendidik mata pelajaran produktif :
1. Mengingat strategi pembelajaran terpadu terasa sekali manfaatnya, maka jadikanlah strategi ini sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam membimbing peserta didik menguasai suatu kompetensi.
2. Agar selama proses pembelajaran, para peserta didik memiliki pengalaman dan terlibat langsung melakukan suatu proses kerja, maka usahakan proses pembelajaran lebih menitikberatkan pada pembelajaran praktek (70 %). Sedangkan untuk penguasaan teori atau penyampaian konsep cukup 30 % saja.
3. Untuk penyampaian konsep, biasanya yang menjadi kendala adalah daya beli rata-rata peserta didik yang kurang sehingga kesulitan mengambil perbandingan teori dan praktek (30 : 70), maka jalan keluarnya tidak ada salahnya kalau kita siapkan modul atau hand-out yang biayanya jauh lebih ringan dibandingkan dengan harus membeli buku sumber, daripada kita menyuruh salah seorang peserta didik mencatat di papan tulis.
4. Tingkatkan terus kerja sama antar guru produktif dalam memadukan standar-standar kompetensi yang saling berkaitan.
5. Untuk mengukur tingkat ketuntasan belajar para peserta didik, usahakan memberikan penilaian seobjektif mungkin dari mulai persiapan, proses kerja sampai diperoleh hasil kerja, jangan memberikan penilaian yang seenaknya tanpa norma acuan penilaian yang standar.

Daftar Pustaka
Muchlas Samani.2007. Menggagas Pendidikan Bermakna. Penerbit : SIC Surabaya.
Udin Saefudin,dkk.2010. Pembelajaran Terpadu. Penerbit : UPI PRESS.
Tersedia : http://www.slideshare.net/neninuraeni/pembelajaran-terpadu-3534352.[Februari 2010]
_______,Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP.195/MEN/IV/2007 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Jasa Perusahaan.
_______,Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Sekretaris Negara Republik Indonesia.
Biodata Singkat :
Penulis adalah guru dpk kompetensi keahlian Administrasi Perkantoran di SMK PGRI 2 Cimahi dan Alumni IKIP Bandung jurusan Pendidikan Management Tahun 1986.